Feb 22, 2025
JAKARTA: Upaya menerapkan hukum pidana berdasarkan merek 3 dimensi masih tergolong baru di Indonesia, meskipun ketentuan itu sudah diatur dalam Undang Undang Merek dan Indikasi Geografis (UU No.20 Tahun 2016) sejak lama. Penerapan pelanggaran pidana terhadap pelanggar merek 3 baru pertama kali dilaporkan ke polisi pada tahun 2021.
Berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, merek 3 dimensi diakui sebagai salah satu jenis merek yang dapat didaftarkan di Indonesia. Di era persaingan global yang semakin ketat, banyak pemilik merek berusaha mempertahankan identitas dan keunikan produknya dengan mendaftarkan merek di berrbagai negara. Salah satu pelindungan yang mulai banyak digunakan adalah pendaftaran merek 3 dimensi.
Pelindungan merek 3 dimensi seringkali disamakan dengan pendaftaran desain industri, tetapi keduanya memiliki perbedaan mendasar. Desain industri bertujuan untuk melindungi desain estetika produk dalam periode tertentu, sementara merek 3 dimensi memberikan hak eksklusif yang lebih panjang dan dapat diperpanjang terus menerus selama permohonan perpanjangan diajukan oleh pemilik merek terkait.
Hal ini memungkinkan pemilik merek untuk mengklaim bentuk khas produknya sebagai identitas yang tidak boleh ditiru pihak lain. Selain itu, saat periode pelindungan desain industri berakhir, desain tersebut akan masuk ke domain publik, yang artinya desain itu bisa digunakan oleh pihak manapun tanpa izin dari pemiliknya. Sebaliknya, merek 3 dimensi yang terdaftar tetap dalam kendali pemilik merek selama pendaftaran dan perpanjangan dilakukan, sehingga pelindungan bentuk produk tetap terjaga.
Sebagai kuasa hukum yang mewakili klien untuk mengajukan laporan polisi pertama yang menggunakan merek 3 dimensi sebagai dasar laporan polisi, kami menghadapi tantangan besar dalam menavigasi prosedur hukum di Indonesia yang masih belum familiar dengan pelindungan ini. Prosesnya mencakup pengumpulan bukti bahwa bentuk produk telah dikenal luas sebagai identitas merek, serta pembuktian bahwa produk lawan/terlapor memiliki bentuk atau desain yang identik, meskipun menggunakan merek yang berbeda.
Melalui komunikasi dan diskusi yang intens dengan pihak kepolisian dan penyidik serta saksi ahli dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, serta penyediaan dokumen-dokumen pendukung seperti sertifikat merek 3 dimensi dan analisis yang komprehensif, kasus ini dapat diterima dan diproses oleh polisi. Dengan berdasarkan pada perlindungan merek, 3 dimensi, produk look-alike, yaitu produk tiruan memiliki bentuk serupa namun dipasarkan dengan merek yang berbeda, dapat dilakukan upaya hukum oleh aparat penegak hukum.
Pelindungan melalui merek 3 dimensi memberikan dampak signifikan bagi pemilik merek. Dengan pelindungan ini, pemilik merek dapat membangun merek mereka dan menjaga keunikan produk dari waktu ke waktu, tanpa harus khawatir produk mereka akan diambil alih oleh pesaing. Lebih jauh lagi, konsistensi dalam menjaga bentuk produk yang terlindungi oleh merek 3 dimensi juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.
Konsumen secara umum cenderung mengaitkan bentuk unik produk dengan kualitas dan merek yang mereka percayai. Dengan demikian, pelindungan merek 3 dimensi menjadi cara efektif untuk melindungi hak eksklusif, mengurangi risiko peniruan produk, dan pada akhirnya mempertahankan loyalitas pelanggan.
Melihat manfaat dan dampak positif dari pelindungan merek 3 dimensi, pendaftaran merek 3 dimensi sangat penting untuk diajukan dengan pertimbangan sebagai bagian strategi pelindungan merek. Law firm K&K Advocates memiliki pengalaman dalam upaya penegakan dan perlindungan merek 3 dimensi yang memberikan efek jangka panjang yang menguntungkan bagi pemilik merek.
Pendaftaran merek 3 dimensi adalah langkah yang sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pasar untuk pelindungan kekayaan intelektual yang lebih fleksibel dan dalam jangka panjang. (EPA/JP-SU)