Stagnasi Pencatatan Merek dan Hak Cipta di Bea dan Cukai, Suatu Tantangan yang Dihadapi Indonesia

Feb 26, 2025

JAKARTA: Setiap tahun, United States Trade Representative (USTR) merilis daftar yang ditunggu-tunggu oleh banyak negara di dunia, yaitu Priority Watch List (PWL). Daftar PWL ini menyoroti negara-negara yang dianggap memiliki tingkat pelanggaran Kekayaan Intelektual (KI) yang cukup signifikan dan berisiko. Sayangnya, Indonesia sudah cukup lama berada dalam daftar PWL ini, seolah menjadi sinyal bahwa perlindungan KI di Indonesia masih perlu banyak pembenahan dan perhatian ekstra. Status Indonesia di dalam daftar PWL ini bukanlah reputasi yang dibanggakan, terutama dalam perspektif ekonomi global yang semakin menuntut adanya transparansi, kejujuran, dan penghargaan terhadap KI.

Namun, penting untuk diketahui bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai kebijakan dan langkah tegas telah diambil untuk memperbaiki keadaan ini, salah satunya adalah dengan menghadirkan peraturan yang dapat melindungi KI secara lebih efektif. Salah satunya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Melanggar Hak Kekayaan Intelektual (PP 20/2017), diikuti oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2018 Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi Dalam Rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PMK 40/2018). 

Melalui kebijakan ini, pemilik merek yang telah terdaftar atau pemilik hak cipta yang sudah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dapat mencatatkan merek dan/atau hak ciptanya di Bea dan Cukai, sehingga memungkinkan adanya tindakan langsung terhadap produk impor dan/atau ekspor yang diduga melanggar KI.

Kebijakan ini membuka peluang besar bagi pemilik merek dan/atau hak cipta, baik pemilik merek dalam negeri maupun luar negeri, untuk melindungi produk mereka dari risiko pemalsuan atau penggunaan merek secara tanpa izin dan hak àtau penggunaan hak cipta. Sayangnya, meskipun Bea dan Cukai telah melakukan berbagai sosialisasi, jumlah pemilik merek dan/atau hak cipta yang memanfaatkan pencatatan ini masih relatif sedikit. Salah satu hambatan utamanya adalah bahwa banyak pemilik merek dari luar negeri yang tidak memiliki badan hukum atau perusahaan perwakilan di Indonesia. 

Sebagai kuasa hukum yang mendampingi banyak klien dalam proses pencatatan merek dan hak cipta di Bea Cukai, kami memiliki pengalaman yang mendalam mengenai manfaat serta efektivitas dari pencatatan ini. Proses pencatatan di Bea Cukai bukan hanya sekadar administrasi atau langkah formalitas, tetapi merupakan langkah perlindungan konkret yang berdampak nyata bagi klien. Dengan mencatatkan merek dan hak cipta di Bea Cukai, kami dapat melakukan tindakan hukum yang lebih cepat, akurat, dan efektif terhadap importir yang berusaha memasukkan produk-produk palsu ke pasar Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, kami telah berhasil menghentikan jutaan produk palsu di berbagai area pabean sebelum produk palsu tersebut masuk ke pasar Indonesia dan merugikan klien dan konsumen.

Berdasarkan pengalaman menunjukkan betapa pentingnya pencatatan di Bea Cukai, sehingga memungkinkan pemegang hak untuk mencegah produk-produk tiruan beredar dipasaran dalam jumlah besar dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi. 

Dengan pencatatan di Bea Cukai, satu tindakan pencegahan sudah mampu menghentikan ratusan ribu hingga jutaan produk palsu dari berbagai importir, sehingga pemberantasan produk palsu menjadi lebih cepat dan komprehensif.

Lebih dari itu, pencatatan ini bukan hanya tentang perlindungan bisnis, tetapi juga tentang menjaga keamanan dan keselamatan konsumen Indonesia. Produk palsu, terutama yang beredar secara masif di Indonesia, sebagian besar berasal dari luar negeri. Tanpa adanya pengawasan yang memadai, produk-produk tersebut dapat masuk ke pasar dan membahayakan konsumen, baik dari segi kualitas maupun keamanan. 

Dalam banyak kasus, contohnya produk kosmetik dan oli, produk palsu tidak melalui uji standar yang ketat dan sering kali mengandung bahan-bahan yang tidak aman. Sebagai kuasa hukum, kami mendorong para pemilik merek dan hak cipta untuk mempertimbangkan pencatatan di Bea Cukai sebagai langkah pertama dalam melindungi bisnis mereka sekaligus melindungi konsumen Indonesia.

Dengan adanya pencatatan merek dan hak cipta di Bea Cukai, diharapkan Indonesia segera keluar dari Priority Watch List dan menjadi negara yang lebih dihormati dalam perlindungan KI. Langkah ini tentunya akan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi dan iklim investasi di Indonesia, serta menciptakan lingkungan bisnis yang lebih aman dan transparan bagi semua pihak. Melalui komitmen bersama, kita dapat wujudkan ekosistem yang sehat dan terpercaya bagi bisnis serta perlindungan konsumen di Indonesia. (EPA/JPK-SU)

Avatar
Eka Putera Aprilliyansah