Perbandingan Alasan Pemaaf dan Alasan Pembenar Di Dalam KUHP Lama dan KUHP Baru

Nov 22, 2024

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Indonesia adalah salah satu landasan hukum yang mengatur terkait tindak pidana di Indonesia. Pada tahun 2023 tepatnya tanggal 2 Januari 2023, Indonesia telah mengesahkan KUHP baru, menggantikan KUHP yang sudah berlaku sejak tahun 1946 dan merupakan hasil kodifikasi dari hukum pidana jaman penjajahan Belanda. Salah satu perubahan penting di dalam KUHP baru adalah terkait perbedaan alasan pemaaf dan alasan pembenar. Perubahan ini membawa dampak signifikan dalam cara hukum pidana diterapkan di Indonesia.

Sebelum membahas perbedaannya, harus dipahami terkait apa yang dimaksud alasan pembenar dan alasan pemaaf dalam konteks hukum pidana di Indonesia. Alasan pembenar adalah alasan yang membenarkan tindakan seseorang dan tidak menganggapnya sebagai tindak pidana selama perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, meskipun perbuatan yang dilakukan seseorang secara formil memenuhi unsur-unsur tindak pidana, tindakan tersebut tidak dapat dihukum karena terdapat alasan pembenar yang sah menurut hukum.

Sedangkan alasan pemaaf adalah alasan yang tidak membenarkan tindakan tetapi memberikan alasan untuk meringankan atau membebaskan seseorang dari pertanggungjawaban pidana. Dalam hal ini, meskipun perbuatan seseorang dianggap sebagai tindak pidana, seseorang tersebut tidak dihukum atau hukumannya dapat diringankan karena adanya alasan pemaaf.

Pada KUHP lama, alasan pembenar dan pemaaf diatur dalam beberapa pasal, namun tidak ada pembagian yang jelas antara kedua konsep ini. Alasan pembenar dan pemaaf umumnya digabungkan dalam ketentuan yang membahas hal-hal yang membebaskan seseorang dari pertanggungjawaban pidana.

Alasan pembenar di dalam KUHP lama lebih sering dijelaskan dalam bentuk pengecualian yang memungkinkan perbuatan dianggap sah, misalnya dalam kasus pembelaan diri.

Sedangkan alasan pemaaf di dalam KUHP lama mengatur tentang perbuatan yang dianggap pidana namun karena alasan tertentu, seperti ketidaksadaran atau keadaan mental yang tidak normal, dapat mengurangi atau menghilangkan tanggung jawab pidana.

Namun pada praktiknya, perbedaan antara alasan pembenar dan pemaaf kurang terperinci. Sebagai contoh, tidak jarang ditemukan interpretasi yang membingungkan mengenai apakah suatu tindakan termasuk dalam pembelaan diri yang membenarkan perbuatan atau sekadar perbuatan yang dapat dimaafkan.

Walaupun pada pokoknya isi ketentuan terkait alasan pemaaf dan pembenar di dalam KUHP Lama dan KUHP Baru hampir sama, namun pada KUHP baru, legislator memberikan bagian/paragraf spesifik yang mengatur dan membedakan antara alasan pembenar dan alasan pemaaf. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan hukum dan menghindari kebingungan penerapannya oleh penegak hukum.

Di dalam KUHP Baru alasan pembenar diatur dalam ketentuan Pasal 31 s/d Pasal 35 KUHP Baru yang dengan jelas mengatur beberapa alasan yang membenarkan seseorang dapat melakukan tindak pidana antara lain:

  1. Perbuatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan;
  2. Untuk melaksanakan perintah jabatan dari pejabat yang berwenang;
  3. Dilakukan dalam keadaan darurat;
  4. Pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan (kesusilaan) atau harta benda diri sendiri atau orang lain.

Dalam hal ini, perbuatan yang dilakukan tetap dianggap sah, dan pelaku tidak dapat dijatuhi hukuman.

Terkait alasan pemaaf diatur dalam ketentuan Pasal 40 s/d 44 KUHP Baru, di dalam KUHP Baru mengatur tentang alasan pemaaf dengan lebih sistematis, di antaranya:

  1. Anak yang pada waktu melakukan tindak pidana belum berumur 12 tahun tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana;
  2. Tidak dipidana apabila dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan yang maksudnya adalah keadaan yang menyebabkan pelaku tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan perbuatan tersebut;
  3. Tidak dipidana apabila dipaksa oleh ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari;
  4. Tidak dipidana apabila melakukan pembelaan terpaksa karena adanya serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum;
  5. Tidak dipidana apabila orang yang diperintah dalam jabatannya, yang secara itikad baik mengira perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya.

Dalam hal ini, meskipun perbuatan tersebut memenuhi unsur tindak pidana, pelaku tidak dapat dihukum atau hukumannya dapat dikurangi, karena adanya faktor yang mengurangi atau menghapus tanggung jawab pidana.

Perbedaan yang jelas antara alasan pembenar dan pemaaf dalam KUHP baru memberikan dampak yang lebih besar dalam proses peradilan pidana. Beberapa manfaat dari perbedaan yang lebih jelas ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengurangi ketidakpastian hukum karena dengan adanya pemisahan yang lebih tegas, penegak hukum dan hakim dapat lebih mudah membedakan antara tindakan yang benar-benar dapat dibenarkan misalnya karena pembelaan diri dan tindakan yang hanya dapat dimaafkan misalnya karena gangguan jiwa;
  2. Meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak individu karena KUHP baru memberikan ruang yang lebih besar bagi individu yang melakukan tindak pidana dalam keadaan tertentu, seperti gangguan jiwa atau ketidaksadaran, untuk mendapatkan perlindungan hukum;
  3. Keadilan yang lebih terjamin karena dengan pembagian yang jelas, diharapkan bahwa keadilan dapat ditegakkan dengan lebih tepat, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan mental atau keadaan darurat/terpaksa.

Perbedaan antara alasan pembenar dan pemaaf dalam KUHP Indonesia lama dan baru mencerminkan evolusi pemikiran hukum pidana di Indonesia. KUHP lama cenderung lebih ambigu untuk membedakan keduanya, sementara KUHP baru memberikan pembagian yang lebih tegas dan sistematis, sehingga memberikan kejelasan untuk menerapkannya. Perubahan ini diharapkan akan membawa dampak positif dalam penegakan hukum pidana yang lebih adil di Indonesia. (WAR/REF)

Avatar
K&K Advocates