Oct 21, 2020
JAKARTA: Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mempertimbangkan untuk menonaktifkan loket fisik
layanan kekayaan intelektual (KI) dalam
upaya mewujudkan praktek pelayanan yang bersih dan transparan.
Direktur Jenderal
Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris mengatakan bahwa pihaknya sudah berkomitmen tidak akan memberikan toleransi atas adanya kegiatan pungutan liar
berkaitan dengan pelayanan kekayaan
intelektual.
“Ditjen Kekayaan Intelektual akan menghindari face to
face yang bisa saja dimanfaatkan oleh orang untuk meminta tolong dan
sebagainya, “kata Freddy, pada Penyerahan Sertifikat Merek Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Tahun 2020 di Gedung Eks Sentra Mulia, belum lama.
Dia menjelaskan
bahwa saat ini pemeriksa
kekayaan intelektual seperti
merek, paten, desain industri, hak cipta dan lain-lain masih
menerapkan Working From Home atau bekerja dari rumah karena pandemi Covid), akan tapi untuk ke depan mereka direncanakan untuk bisa
bekerja dari mana saja (working from anywhere).
Sebelum pandemi Covid-19, Dtijen Kekayaan Intelektual
masih membuka loket fisik untuk melayani masyarakat berkaitatan dengan surat yang
berhubungan dengan kekayaan intelektual,
sedangkan permohonan pendaftaran merek, paten,
hak cipta, desain industri sudah
dilakukan secara online, tidak lagi melalui loket pelayanan.
Freddy berharap
sekitar 20% dari 64,1 juta jumlah Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia mendaftarkan perlindungan kekayaan
intelektualnya. “Sekitar 20% saja pengusaha UMKM mendaftarkan kekayaan
intelektual, maka itu adalah sebuah
keberhasilan. Pemerintah akan terus
mendorong pengusaha mendaftarkan kekayaan intetektual supaya mendapat perlindungan.
Ditjen Kekayaan
Intelektual juga menargetkan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
di masa pandemi Covid-19 dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi. “Ditjen
KI berharap dapat mengumpulkan PNBP sebanyak Rp700 miliar -Rp 800 miliar hingga
akhir 2020. Tahun lalu, Ditjen KI
menargetkan PNBP sebesar Rp500 miliar, “kartanya.
Sementara itu Menteri
Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menekankan pentingnya pemanfaatan
sistem teknologi informasi dalam pelayanan masyarakat khususnya di bidang
Kekayaan Intelektual (KI). “Digitalisasi akan memudahkan Usaha Kecil Menengah
untuk mengajukan permohonan kekayaan intelektual sehingga angka permohonan semakin meningkat,
“katanya.
Menurut Menteri, pada
acara penyerahan sertifikat merek, meningkatnya permohonan merek dari Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak terlepas dari pemanfaatan sistem
teknologi informasi yang selalu dikembangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan
memastikan tidak ada pungutan liar yang terjadi dalam proses permohonan
kekayaan intelektual.
Dia menegaskan
bahwa permohonan pelindungan kekayaan intelektual sangat penting untuk negara
yang ingin berkembang ekonominya. Menurut riset, katanya, negara yang banyak
mendaftarkan kekayaan intelektualnya, maka negara tersebut memiliki pertumbuhan
ekonomi yang semakin maju. Sebaliknya negara yang semakin kecil pendaftaran kekayaan
intelektualnya maka semakin kecil
pertumbuhan perekonomiannya.
Sementara itu Menteri
Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa terjadi kenaikan omset usaha
sebesar 33,60% terutama di sektor makanan dan minuman. Oleh karena itu,
Kemenkop UKM dan Kemenkumham bekerja sama memberikan kemudahan dan penyederhanaan proses untuk
mendapatkan kekayaan intelektual dan
kebijakan afirmatif untuk UMKM.
Kemenkumham
menyerahkan sebanyak 118 sertifikat merek bagi UMKM. Dengan memajukan UMKM
dapat menjadi penopang pemulihan ekonomi nasional. Mengingat sebelum pandemi Covid-19
melanda, UMKM tercatat memberikan kontribusi sebesar 60,3 persen dari total
produk domestik bruto (PDB) Indonesia. UMKM juga membuka 99% lapangan pekerjaan yang mampu menyerap 97%
tenaga kerja. (su)