Aug 09, 2024
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”) telah disahkan pada bulan Oktober 2022 dan saat ini sedang dalam masa transisi selama 2 (dua) tahun di mana para pengendali dan prosesor data pribadi diharapkan untuk menyesuaikan aktivitasnya agar patuh terhadap UU PDP. Selama masa transisi sanksi administratif belum dapat dilaksanakan karena badan yang mengenakan sanksi administratif berdasarkan UU PDP, yakni Lembaga Pelindungan Data Pribadi, belum dibentuk. Masa transisi memberikan waktu bagi pengendali dan prosesor data pribadi untuk menyesuaikan kepatuhannya terhadap UU PDP.
Namun, sebagaimana dijelaskan oleh pemerintah setelah disahkannya UU PDP, sanksi pidananya sudah langsung berlaku efektif. Meskipun Lembaga Pelindungan Data Pribadi yang bertanggung jawab atas pengenaan sanksi administratif belum dibentuk, aparat penegak hukum sudah mulai menangani pelanggaran terhadap UU PDP dengan menerapkan sanksi pidana. Selama dua tahun ini, kami telah menjumpai beberapa kasus pidana yang diusut berdasarkan UU PDP.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, UU PDP tidak hanya mengatur mengenai sanksi administratif, tetapi termasuk juga sanksi pidana. Sanksi tersebut termasuk denda dan pidana penjara. Sebagai referensi, berikut adalah rangkuman mengenai perbuatan pidana beserta sanksi pidananya berdasarkan UU PDP:
Pasal | Perbuatan Pidana | Sanksi |
---|---|---|
Pasal 68 |
Pencurian identitas |
Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam miliar Rupiah). |
Pasal 67 (1) |
Pemerolehan atau pengumpulan data pribadi tanpa hak |
Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar Rupiah). |
Pasal 67 (2) |
Pengungkapan data pribadi tanpa hak |
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000 (empat miliar Rupiah). |
Pasal 67 (3) |
Penggunaan data pribadi tanpa hak |
Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar Rupiah). |
Sanksi pidana pertama yang diterapkan berdasarkan UU PDP merupakan kasus yang diperiksa dan diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 5/Pid.Sus/2023/PN Krg tertanggal 16 Maret 2023. Kasus tersebut melibatkan Heri Irawan sebagai pelaku yang pertama kali dilaporkan mendapatkan sanksi pidana berdasarkan UU PDP. Irawan menyamar sebagai seorang petugas polisi, dengan menggunakan nama dan jabatan petugas polisi tersebut untuk menipu seorang pemuka agama. Dengan berkedok sebagai petugas polisi yang meminta donasi untuk penyelenggaraan suatu acara, Irawan berhasil memperoleh 10 juta Rupiah dari pemuka agama tersebut yang tidak mengetahui identitas Irawan sebenarnya.
Heri Irawan didakwa atas pencurian identitas berdasarkan Pasal 68 jo. 66 UU PDP, dengan hukuman berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebanyak 1 miliar Rupiah (dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, dapat diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan).
Kasus pidana lainnya berdasarkan UU PDP adalah 2 (dua) kasus berkaitan yang diperiksa dan diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 77/Pid.Sus/2024/PN Tng dan 78/Pid.Sus/2024/PN Tng pada tanggal 2 April 2024. Andi Irma Malasari, seorang supervisor sales dari suatu perusahaan telekomunikasi, termotivasi oleh insentif bonus untuk mencapai target penjualan kartu SIM yang tinggi. Untuk memaksimalkan penghasilannya, ia melakukan praktik penipuan. Alih-alih menjual kartu SIM kepada pelanggan yang sebenarnya, Andi bersekongkol dengan seseorang dari luar perusahaan, Raja Firdaus, untuk mendaftarkan kartu SIM yang belum terjual dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (“NIK”) curian. Raja menyediakan Andi berbagai NIK curian tersebut setiap 3-6 bulan sekali yang diperolehnya dari orang dalam di suatu perusahaan telekomunikasi.
Andi dan Raja dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 1,5 (satu setengah) tahun penjara dan denda sebesar 50 juta Rupiah, karena telah melanggar Pasal 67 (3) jo. 65 (3) UU PDP mengenai penggunaan data pribadi tanpa hak.
Meskipun sanksi pidana saat ini merupakan satu-satunya upaya penegakan hukum yang ada, penerapan sanksi pidana tersebut menegaskan komitmen dari pemerintah untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan UU PDP. Risiko dari penegakan hukum akan meningkat setelah pemerintah berhasil membentuk Lembaga Pelindungan Data Pribadi yang berwenang secara khusus menerapkan sanksi administratif, termasuk denda administratif hingga 2% dari total pendapatan tahunan.
Penerapan sanksi pidana UU PDP mengharuskan penanganan data pribadi secara hati-hati. Tumpang tindih antara sanksi administratif dan pidana menambah kompleksitas dalam hal kepatuhan. Ketidakpatuhan terhadap UU PDP tidak hanya membuat perusahaan terancam sanksi administratif, tetapi juga sanksi pidana. Oleh karena itu, memastikan kepatuhan terhadap UU PDP sangat penting untuk memitigasi risiko administratif dan pidana.
K&K Advocates memiliki tim yang berpengalaman dan memiliki spesialisasi di bidang privasi dan kepatuhan terhadap UU PDP. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut, silakan untuk menghubungi Partner kami, Danny Kobrata, melalui danny.kobrata@kk-advocates.com. (EZS/GSA)