Indonesia Masih Bertahan Di Priority Watch List

May 07, 2024

JAKARTA: United States Trade Representative (USTR) merilis laporan khusus 301 Tahun 2024 mengenai efektivitas perlindungan dan penegakan hukum kekayaan intelektual terhadap mitra dagang Amerika Serikat di dunia.

Dalam rilis yang diterbitkan oleh USTR pada 25 April 2024, ada tujuh negara yang masuk dalam daftar pengawasan prioritas atau priority watch list (PWL) Indonesia masih berada dalam priority watch list. Selain Indonesia, ada Argentina, Chile, Tiongkok, India, Rusia, dan Venezuela dalam daftar tersebut.

USTR menilai bahwa negara yang masuk dalam daftar priority watch list tersebut ada masalah serius di negara itu sehubungan dengan perlindungan, penegakan hukum, atau akses pasar bagi warga Amerika Serikat yang bergantung pada kekayaan intelektual.

Di kawasan Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tetap bertahan dalam priority watch list, sedangkan negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam tidak lagi masuk daftar priority watch list. Indonesia sudah bertahan pada level priority watch list selama 12 tahun berturut turut.

Perjuangan Indonesia untuk keluar dari daftar priority watch list belum membuahkan hasil, padahal Pemerintah Indonesia sudah melakukan banyak hal dalam menegakkan hukum dan memperbaiki sistem hukum kekayaan intelektual. Razia dan penggerebekan terhadap peredaran barang yang melanggar kekayaan intelektual sudah sering dan amat sering dilakukan, tapi upaya itu masih belum dianggap mampu oleh USTR untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar priority watch list.

Pada Oktober 2023, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Indonesia dan otoritas penegakan hukum di Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Polisi Kriminal Internasional (INTERPOL), Penasihat Pengacara Peretasan Komputer Internasional dan Kekayaan Intelektual untuk Asia dari Departemen Kehakiman AS, dan otoritas penegak hukum Korea untuk menangkap operator barang terlarang. Layanan televisi Protokol Internet (IPTV) dan menyita server serta peralatan streaming. Aksi itu belum dianggap cukup untuk mengeluarkan Indonesia dari priority watch list.

Indonesia berkepentingan untuk keluar dari priority watch list supaya bisa menarik investor menanamkan modalnya di Indonesia. Priority watch list yang disematkan kepada Indonesia membuat imej atau citra penanaman modal asing di dalam negeri kurang kondusif di mata investor asing. Indonesia masih dipandang oleh investor asing mempunyai banyak masalah soal perlindungan, penegakan dan sistem hukum kekayaan intelektual.

USTR meninjau lebih dari 100 mitra dagang Amerika Serikat di seluruh dunia untuk Laporan Khusus 301 tahun ini, dan menempatkan 7 negara dalam Daftar Pengawasan Prioritas dan 20 negara pada level Watch List. Dalam Laporan tahun ini, mitra dagang yang masuk dalam priority watch list menyampaikan kekhawatiran mengenai tidak memadainya perlindungan atau penegakan hak kekayaan intelektual.

USTR menilai masih banyak tantangan di Indonesia dan kekhawatiran dari para pemegang hak cipta di Amerika Serikat sehubungan dengan perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual yang memadai dan efektif, serta akses pasar yang adil dan merata. Pembajakan dan pemalsuan, menurut USTR, masih terus terjadi secara luas, dan kekhawatiran mengenai penegakan hukum kekayaan intelektual masih ada, termasuk kurangnya penegakan hukum terhadap barang-barang palsu, kurangnya hukuman yang dapat memberikan efek jera terhadap pelanggaran kekayaan intelektual di pasar fisik dan online.

Menurut USTR, pembajakan online melalui perangkat dan aplikasi pembajakan terus merajalela, dan perekaman kamera tanpa izin serta penggunaan perangkat lunak tanpa izin masih menjadi masalah tersendiri di Indonesia. Meskipun Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan pada tahun 2018 yang memperjelas kewenangan ex officio untuk penegakan perbatasan terhadap barang-barang bajakan dan palsu dan menerapkan sistem pencatatan, hanya sedikit pemegang hak asing yang dapat mengambil manfaat dari sistem tersebut.

Amerika Serikat, kata USTR,terus mendesak Indonesia untuk sepenuhnya melaksanakan Rencana Kerja Hak Kekayaan Intelektual bilateral dan merencanakan hubungan lanjutan dengan Indonesia berdasarkan Perjanjian Kerangka Perdagangan dan Investasi Amerika Serikat-Indonesia (TIFA) untuk mengatasi masalah ini. (JPK/MGK-su)

Avatar
K&K Advocates